efek bintang bertaburan pada kurso

Efek Blog

Kamis, 30 Mei 2013

PAHAM-PAHAM AGAMA ISLAM DI INDONESIA: LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA DAN INKAR SUNNAH



PAHAM-PAHAM AGAMA ISLAM DI INDONESIA:
LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA
DAN INKAR SUNNAH

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah:  Sejarah Islam Indonesia
Dosen Pengampu: Maftuhah, M.S.I







Disusun oleh:

Durrotun Nasihah                   (103111110)
Mualifin                                  (103111126)


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
 
PAHAM-PAHAM AGAMA ISLAM DI INDONESIA:
LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA
DAN INKAR SUNNAH
I.        PENDAHULUAN
Fenomena pluralitas paham dan gerakan keagamaan dalam Islam bukanlah sesuatu hal yang baru. Fenomena tersebut telah ada sejak masa kekhalifahan Islam yang tercermin dari keberagamaan kelompok-kelompok gerakan Islam seperti kelompok Khawarij, Gerakan Salafiyah, Mu’tazilah, Syi’ah dan Asy’ariyah serta kehadiran madzhab fiqih Seperti Syafi’i, Hambali, Hanafi dan Maliki. Di samping itu  telah muncul faham yang dikembangkan oleh Gerakan Ikhwanul Muslimin, Wahabi, Al-Maududi, Imam Khumaini, dan Fazlur Rahman, yang hubungannya antara satu sama lain tidak selalu sejalan, terkadang saling menyesatkan, dan bahkan sering kali melahirkan kekerasan fisik.
Pluralitas perkembangan paham dan gerakan keagamaan Islam terjadi juga di Indonesia. Sama seperti di belahan negara Islam lainnya, perkembangan paham dan gerakan keagamaan di Indonesia itu penuh dinamika dan tidak jarang antara satu keompok dengan kelompok lainnya saling menyalahkan. Diantara gerakan keagamaan di Indonesia adalah Syi’ah, Darul Arqam, Islam Tabligh, Lembaga Dakwah Islam Indonesia dan Inkar Sunnah.[1]
Dalam makalah berikut ini akan di uraikan tentang Lembaga Dakwah Islam Indonesia dan Inkar Sunnah, dimana kedua aliran ini banyak menarik perhatian masyarakat mengingat kedua aliran ini memiliki perbedaan yang memnpunyai ciri khas keagamaan yang berbeda dengan mayoritas muslim lainnya di Indonesia.

II.        RUMUSAN MASALAH
A.      Bagaimana Lembaga Dakwah Islam Indonesia di Indonesia?
B.       Bagaimana Inkar Sunnah di Indonesia?

III.        PEMBAHASAN
A.      Lembaga Dakwah Islam Indonesia di Indonesia
1.    Sejarah Berdirinya Lembaga Dakwah Islam Indonesia
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) ini adalah nama baru dari sebuah aliran sesat terbesar di Indonesia, yang selama ini sudah sering berganti nama karena sering dilarang oleh pemerintah Indonesia. Lembaga ini didirikan oleh mendiang Nur Hasan Ubaidah Lubis (Luar Biasa), pada awalnya bernama Darul Hadits, pada tahun 1951. Karena ajarannya meresahkan masyarakat Jawa Timur, maka Darul Hadits dilarang oleh PAKEM (Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat) Jawa Timur. Setelah di larang, Darul Hadits itu berganti nama dengan Islam Jama’ah. Karena ajaran sesatnya meresahkan masyarakat, maka aliran sesat Islam Jama’ah ini secara resmi dilarang di seluruh Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung RI. No. Kep-08/D.A./10.1971, tanggal 29 Oktober 1971.[2]
Karena sudah dilarang di seluruh Indonesia, maka Imam Islam Jama’ah Nurhasan Ubaidah Lubis mencari taktik baru, yaitu mencari dan mendekati dan meminta perlindungan kepada Letjen Ali Murtopo (Wakil Kepala Bakin dan staf OPSUS (Operasi Khusus Presiden Soeharto) waktu itu.  Letjen Ali Murtopo adalah seorang Jenderal yang dikenal sangat anti Islam.[3]
Dalam buku lain dikatakatan bahwa sebenarnya Letjen Ali Murtopo bukanlah Jenderal yang sangat anti Islam. Sikap anti Islam Ali Murtopo ini sebenarnya sangat diragukan, sebab dia adalah mantan anggota pasuakan Hizbullah. Mungkin saja ini dihembuskan oleh lawan-lawan politiknya, karena karir Ali Murtopo jelas cemerlang dan sudah diambang pintu utama. Nuhrison M. Nuh,  Aliran\Faham Keagamaan dan Sufisme Perkotaan, hlm.[4]
Setelah mendapat perlindungan dari Letjen Ali Murtopo, Islam Jama’ah semakin berkembang dengan nama LEMKARI (Lembaga Karyawan Dakwah Islam). LEMKARI ini karena meresahkan masyarakat pula, maka dibekukan oleh Gubernur Jawa Timur, Soelarso, dengan SK. No. 618 tahun 1988, tangal 24 Desember 1988. Namun pada musyawarah besar LEMKARI IV di Asrama Haji Pondok Gede di Jakarta, November 1990, LEMKARI di ganti nama menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia).[5]
2.      Latar Belakang Berdirinya LDII
Gerakan keagamaan Islam kontemporer di Indonesia pada dasarnya dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, yaitu: pertama, keinginan melakukan pemurnian ajaran Islam. kedua, ingin mendobrak kemapanan dalam beragama terutama terhadap struktur taqlid berbagai kelompok masyarakat Islam selama ini. Mereka menghendaki agar setiap anggota masyarakat menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri, terutama dalam rangka memahami ajaran agama. Oleh sebab itu, para pengikut gerakan-gerakan tersebut didorong untuk menggali ajaran Islam secara bebas dari sumbernya, tanpa harus terpaku pada interpretasi para tokoh agama yang oleh kebanyakan orang dianggap telah mapan. Ketiga, gerakan keagamaan itu berkeinginan menciptakan masyarakat ideal. Dalam pandangan gerakan ini, masyarakat ideal yang dimaksud adalah masyarakat yang diatur melalui kepemimpinan tunggal. Juga, masyarakat ideal dalam bayangan gerakan keagamaan itu adalah masyarakat yang terbebaskan dari pengaruh barat. Dari alasan ini, gerakan keagamaan kontemporer menawarkan Islam sebagai alternatif. Dalam pandangan mereka, ajaran Islam memiliki totalitas, dalam arti bahwa Islam bukan hanya ajaran yang menyangkut sistem kepercayaan dan ritus semata, melainkan ajaran yanga meliputi aqidah, syari’at, dan nizham (way of life).[6]
Sebagimana penjelasan di atas, bahwa LDII merupakan gerakan keagamaan yang didirikan oleh Nurhasan Al-Ubaedah. Pada usia 30 tahun, Nurhasan Al-Ubaedah berada di Mekah, sampai 10 tahun lamanya. Dua perguruan yang ditinggali Nurhasan Ubaedah selama belajar agama di Mekah adalah Rukbat Naqsyabandiyah (nama ini tidak ada hubungannya dengan tarekat naqsyabandiyah) dan sebuah perguruan di Desa Syamiah. Madrasah yang bernama Darul Hadits adalah tempat di mana ia mendalami Al-Qur’an dan Hadits. Guru yang ia ikuti adalah Syekh Abu Samah dari Mesir, disamping itu juga berguru kepada Syekh Abu Umar Hamdan. Madrasah Darul Hadits, tempat di mana Nurhasan Al-Ubaedah cukup lama belajar agama, nampaknya yang paling banyak mempengaruhi pikiran-pikirannya. Di pesantren tersebut konon mulai tertanam fanatisme yang mendalam terhadap ajaran-ajaran kebenaran sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. hingga pada saatnya Nurhasan Ubaedah kembali ke tanah air, hanya ajaran dari kedua sumber itulah, hampir tidak ada yang lain lagi yang dijadikan pegangan dalam rangka mengamalkan agamanya dan menyebarluaskan pengetahuannya.[7]
Menurutnya, umat Islam di Indonesia sudah lama terpecah-pecah menjadi sekian banyak golongan. Keadaan ini katanya tepat dengan apa yang telah disabdakan oleh Rasulullah SAW, bahwa ”pada suatu saat nanti ummatku akan terpecah-pecah menjadi 71 golongan. Dari sekian banyak golongan itu tidak ada yang selamat kecuali satu, yakni yang berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnahku”. Sepengetahuan Nurhasan tidak ada satu kelompok Islampun yang menunjukkan sebagai pengamal Qur’an dan Sunnah Nabi secara murni. Adapun kesalahan umat ia tunjukkan, antara lain: Pertama, terlalu berbelit-belitnya pendefinisian tentang Islam. kedua, kesalahan umat Islam adalah tidak bisa mencetak pemimpin yang layak dihormati dan dipercaya sebagai seorang amir.[8]
3.      Pokok-pokok Ajaran LDII
a)    Orang Islam di luar kelompok mereka adalah kafir dan najis, termasuk kedua orang tua sekalipun.
b)   Kalau ada orang di luar kelompok mereka melakukan shalat di masjid mereka, maka bekas tempat shalatnya dicuci karena dianggap sudah terkena najis.
c)    Wajib taat kepada amir atau imam. “Tidak ada Islam tanpa jama’ah, tidak ada jama’ah tanpa keamiran, tidak ada keamiran tanpa ketaatan.”
d)   Mati dalam keadaan belum bai’at kepada amir atau imam LDII maka akan mati jahiliyyah (mati kafir).
e)    Al-Qur’an dan Hadits yang boleh diterima adalah yang manqul (yang keluar dari mulut imam atau amir mereka). Yang keluar/diucapkan oleh mulut-mulut yang bukan imam/amir mereka maka haram untuk diikuti. “Barang siapa berkata mengenai kitab Allah dengan pendapatnya (tanpa ilmu), maka dia salah walau benar.”
f)    Haram mengaji Al-Qur’an dan Hadits kecuali kepada imam/amir mereka.
g)   Dosa bisa ditebus kepada sang amir/imam, dan besarnya tebusan tergantung besar-kecilnya dosa yang diperbuat, sedangkan yang menentukannya adalah imam/amir.
h)   Harus rajin membayar infaq, shadaqah dan zakat kepada amir/imam mereka, dan haram menegluarkannya kepada orang lain.
i)     Harta benda di luar kelompok mereka diamggap halal untuk diambil atau dimiliki walaupun dengan cara bagaimanapun memperolehnya seperti mencuri, merampok, korupsi, dll., asal tidak ketahuan/tertangkap. Dan kalau berhasil menipu orang Islam di luar golongan mereka, dianggap berpahala besar.“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu ........”(al-Baqarah:29).
j)     Bila mencuri harta orang lain yang bukan golongan LDII lalu ketahuan, maka salahnya bukan mencurinya itu, tetapi kenapa mencuri kok ketahuan.
k)   Harta, uang zakat, infaq, shadaqah yang sudah diberikan kepada amir/imam, haram ditanyakan kembali catatannya atau digunakan kemana uang zakar tersebut.
l)     Haram membagikan daging qurban atau zakat fitrah kepada orang Islam di luar kelompok mereka.
m) Haram shalat di belakang imam yang bukan kelompok mereka, kalaupun terpaksa sekali, tidak usah berwudhu karena shalatnya harus diulang kembali.
n)   Haram nikah dengan orang di luar kelompok.
o)   Perempuan LDII kalau mau bertamu ke rumah orang yang bukan kelompok mereka, maka memilih waktu pada saat  haid, karena badan dalam keadaan kotor sehingga ketika di rumah non LDII yang dianggap najis itu tidak perlu dicuci lagi.
p)   Kalau ada orang di luar kelompok mereka yang bertamu di rumah mereka, maka bekas tempat duduknya dianggap kena najis.[9]
4.      Strategi Dakwah Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)
Pada awal perkembangannya, strategi dakwah yang digunakan adalah dengan menyelengarakan asrama khataman Al Qur’an dan Hadits yang diselenggarakan dengan cara keliling (dengan tempat yang berpindah-pindah). Bahkan tidak jarang K.H. Nurhasan melayani debat terbuka dengan para kyai terkenal di kawasan Jawa Timur. Asrama khataman yang pertama diselenggarakan pada tahun 1954 yang pada waktu itu diikuti oleh 30 laki-laki dan 10 perempuan. Pada tahun 1956, kegiatan asrama Al Qur’an diselenggarakan di Jalan Panggung Sasak Surabaya dengan diikuti oleh sekitar 100 orang. Strategi dakwah semacam ini sangat menarik perhatian masyarakat yang haus akan ilmu Al Qur’an dan Hadits. Seperti diketahui bahwa pada tahun 1950-an hingga akhir tahun 1960-an terjadi konflik yang semakin memanas antara partai-partai politik yang Islam dengan partai-partai politik yang sekuler.
Pada tahun 1973 K.H. Nurhasan Ubaidah menderita sakit sehingga tidak mampu lagi untuk mengelola Pondok Burengan. Pada akhirnya Dewan Guru Pondok memilih Drs. Bachroni Hertanto selaku Pimpinan Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI) sebagai pimpinan pondok hingga wafatnya pada tahun 1985. Selanjutnya Direktorium Pusat LEMKARI berserta dengan Dewan Guru Pondok dan anggota civitas akademika lain memilih Drs. H. Imam Supardi sebagai Pimpinan pondok. Namun demikian karena kesibukannya sebagai pegawai negeri, ia kemudian mengundurkan diri sebagai pimpinan pondok pada tahun 1989. Untuk selanjutnya terpilihlah H. Abdul Hamid Mansur, S.H. untuk menjadi ketua pimpinan Pondok Pesantren LEMKARI. Pada tahun 19-20 November 1990 LEMKARI menyelenggarakan Musyawarah Besar (MUBES) ke-4 di Jakarta yang memutuskan antara lain perubahan nama LEMKARI menjadi LDII.[10]
5.      Contoh Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) di Indonesia
LDII kota Semarang melakukan dakwah Islam khas LDII. Dakwah khas yang dimaksudkan adalah dakwah yang hanya menyandarkan ajaran-ajaran pada al-Qur’an dan Hadits. Prakteknya, Al-Qur’an dan Hadits tidak hanya diajarkan di majelis tetapi juga dalam bentuk silaturrahmi. Disamping pengajian lisan, dalam prakteknya juga dilakukan dakwah bil-hal. Di luar itu, dalam upaya memperkuat solidaritas anggota pimpinan sering melakukan silaturrahmi ke rumah tinggal para anggota dan simpatisannya. Dengan cara ini anggota LDII merasa hidup banyak mempunyai kawan, dan menjadi umat yang satu serta kuat untuk mengarungi kehidupan ini dengan motto “selamat di dunia dan selamat di akhirat”.[11]
Dalam berdakwah LDII sangat menitik beratkan dakwah bil-hal, yakni dakwah merubah kehidupan umatnya agar lebih sejahtera lahir dan batin serta sistem pendidikan keagamaan secara berjamaah dengan keseragaman sistem yang sama di seluruh Indonesia. Ciri dakwah dan siistem pendidikan umat tersebut berjalan sejak awal berdirinya atau sejak masih disebut sebagai organisasi Darul Hadits dan Islam Jamaah hingga hari ini. Hal ini terjadi karena secara historis ada keterkaiatan hubunngan “genetik” organisasi dan paham keagamaan. [12]
B.       Inkar Sunnah
Inkar Sunnah (inkar as-sunnah) merupakan orang-orang yang menolak sunnah (hadits) Rasulullah SAW sebagai hujjah dan sumber kedua ajaran Islam yang wajib ditaati dan diamalkan.[13]
Aliran ini pernah muncul di Indonesia, akan tetapi karena ajarannya jelas-jelas bertentangan dengan akidah yang diyakini mayoritas muslimin, maka aliran ini menjadi punah dan tidak pernah berkembang kembali.[14]
Tokoh penyebar ajaran Ingkar Sunnah di Indonesia di antaranya adalah Lukman Saad (Padang Sumbar), beliau lulisan IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, sampai Sarjana Muda. Dia juga sebagai direktur perusahaan penerbitan dengan mesin cetak manual. Kemudian ia memiliki mesin percetakan modern bantuan dari Belanda sehingga mampu mencetak buku yang bersisi ajaran ingkar Sunnah. Lukman Saad ternyata memiliki hubungan kuat dengan Ir. Irham Sutarto, (Ketua Serikat Buruh perusahaan Unilever Indonesia) di Cibubur Jabar. Ir. Irham Sutarto adalah tokoh Ingkar Sunnah, bahkan ia penulis buku ingkar Sunnah pertama dengan tulisan tangannya. Selain kedua tokoh di atas, ternyata ada dedengkot ingkar Sunnah bernama Marinus Taka (Keturunan Indo Jerman), yang tinggal di Jl. Sambas 4 No 54 Depok Lama Jabar.[15]
Setelah berbagai protes terhadap aliran Inkar Sunnah bermunculan dan keresahan masyarakat umat Islam cukup menjadi perhatian pemerintah, maka pada 7 September 1985 dengan Surat keputusan Jaksa Agung RI Nomor: Kep-085/J.A/9/1985 akhirnya ajaran Inkar Sunnah dinyatakan dilarang beredar di seluruh Indonesia.[16]
1.    Pokok-pokok Ajaran Inkarussunnah
Di samping argumentasinya hanya mengikuti Al-Qur’an, para pengingkar Sunnah juga mempunyai argumentasi lain untuk menguatkan pendapatnya tersebut.[17]
Firman Allah dalam Al-Qur’anul Karim:
$uZø9¨tRur šøn=tã |=»tGÅ3ø9$# $YZ»uö;Ï? Èe@ä3Ïj9 &äóÓx« Yèdur ZpyJômuur 3uŽô³ç0ur tûüÏJÎ=ó¡ßJù=Ï9 ÇÑÒÈ
Dan kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (An-Nahl: 89)

$¨B $uZôÛ§sù Îû É=»tGÅ3ø9$# `ÏB &äóÓx« 4 ¢OèO 4n<Î) öNÍkÍh5u šcrçŽ|³øtä ÇÌÑÈ
Tiadalah kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, Kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.” (Al-An’am:38)

Pokok-pokok ajaran:
a.    Tidak percaya kepada semua hadits Rasulullah SAW. menurut mereka, hadits itu bikinan Yahudi untuk menghancurkan Islam dari dalam. firman Allah swt  ليس لك من الأمر شيئ (QS.3:128)
b.    Dasar hukum dalam Islam hanya Al-Qur’an saja.
c.    Syahadat mereka:  اشهدوا بأنا مسلمون
d.   Shalat mereka bermacam-macam, ada yang shalatnya dua rakaat-dua rakaat dan ada yang hanya eling saja. karena Allah swt hanya mengatakan اقم الصلاة لذكري .
e.    Puasa wajib hanya bagi orang yang melihat bulan saja, kalau seorang saja yang melihat bulan maka dialah yang wajib puasa.
f.     Haji boleh dilakukan selama empat bulan haram, yaitu Muharram, Rajab, Zul Qaidah, dan Zul Hijjah.
g.    Pakaian ihram adalah pakaian orang arab  dan membikin repot. Oleh sebab itu waktu mengerjakan haji boleh memakai celana panjang dan baju biasa serta memakai jas/dasi.
h.    Rasul tetap diutus sampai hari kiamat.
i.      Nabi Muhammad tidak berhak untuk menjelasakan tentang ajaran Al-Qur’an (kandungan isi Al-Qur’an). Mereka beralasan pada firman Allah swt  ليس لك من الأمر شيئ (QS.3:128).
j.      Orang yang meninggal dunia tidak dishalati karena tidak ada perintah dalam Al-Qur’an.[18]
2.      Strategi Dakwah Inkar Sunnah
Paham ini telah di organisir sedemikian rupa dengan taktik dan strategi yang telah diinventarisasi dan diformulasikan secara rapi. Di antara upaya tersebut adalah;
a.    Memanfaatkan media cetak, melalui buku-buku bacaan yang memuat pokok-pokok doktrin dan ajaran mereka, seperti buku Tauhid dan logika al-Qur’an tentang manusia dan masyarakat.
b.    Melalui media elektronik dalam bentuk rekaman kaset-kaset.
c.    Melalui ceramah-ceramah dan pengajian yang dilaksanakan di masjidmasjid dan langgar atau pengajian dalam bentuk arisan secara bergantian dari rumah ke rumah.
d.    Melalui tenaga pengajar, seperti da’i dan khatib, sebagai orator yang diharapkan mampu menghipnotis para audiensnya.
Untuk mendukung eksistensi kelompok ini para pembesarnya telah meletakkan sendi-sendi dan dasar doktrin mereka, di antaranya:[19]
a.    Taat kepada Allah berarti taat kepada Rasulullah, al-Qur’an adalah satusatunya dasar ajaran Islam. Setiap orang yang memahami sumber lain selain al-Qur’an akan menimbulkan kekafiran dan kemusyrikan bagi orang tersebut.
b.    Tugas Rasulullah hanya menyampaikan al-Qur’an (wahyu) kepada manusia dan tidak punya otoritas untuk menerangkannya. Dan Nabi Muhammad kapasitasnya sebagai nabi hanya tatkala menerima wahyu itu saja, di luar itu sebagai manusia biasa.
c.    Kitab-kitab hadits karya ulama abad II H tidak bisa dijadikan dasar, karena bersumber dari kebohongan yang kemudian dijustifikasikan dengan cara dibaku berasal dari nabi.[20]
3.      Contoh Paham Inkar Sunnah di Indonesia
Paham sesat ini muncul di Indonesia sekitar tahun 1980-an. Mereka menamakan pengajian yang mereka adakan dengan sebutan Kelompok Qur’ani (kelompok pengikut al-Qur’an). Pengajian mereka cukup ramai di mana-mana di Jakarta. Di manapun pengajian itu mereka adakan, jamaahnya tinggal naik mobil antar-jemput. Beberapa masjid di Jakarta mereka kuasai. Diantaranya masjid Asy-Syifa di Rumah Sakit Pusat Cipto Mangunkusumo, Jakarta (rumah sakit pusat di Indonesia) yang menyatu dengan Universitas Indonesia serta tempat praktek Fakultas Kedokteran UI. Pengajian tersebut dipimpin oleh Haji Abdurrahman Pedurena Kuningan Jakarta. Pengajian dimulai ba’da maghrib diikuti banyak orang. Lama kelamaan pengajian itu tidak mau pakai adzan dan iqamat waktu melaksanakan shalat, karena tidak ada dalam Al-qur’an.
Di Proyek Pasar Rumput Jakarta Selatan, di masjid Al-Burhan (dekat masjid Al-Ihsan-Sekretariat LPPI) muncul pula pengajian  yang dipimpin oleh Ust. H. Sanwani, guru masyarakat setempat. Tetapi lama kelaman pengajian itu tidak mau pakai adzan dan iqamat saat masuk waktu shalat, serta shalatnya menjadi dua rokaat semua, persis seperti yang diajarkan oleh Haji Abdurrahman di masjid Rumah Sakit Pusat Cipto Mangunkusumo. Di samping itu, mereka juga tidak mau berpuasa pada Bulan Ramadhan kecuali mereka yang langsung melihat bulan.[21]

IV.        ANALISIS
Gerakan keagamaan dalam Islam bukanlah sesuatu hal yang baru. Fenomena tersebut telah ada sejak zaman dahulu kala dan bahkan berlanjut hingga sekarang, bahkan di Indonesia sendiri muncul banyak sekali suatu golongan yang mengatasnamakan golongan Islam dan mengklaim bahwa golongannya merupakan golongan yang paling benar dan golongan Islam lainnya dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini bisa dipahami karena sumber ajaran Islam, yakni Al-Qur’an tidak menjelaskan secara detail mengenai ajaran Islam. Dari sinilah terjadinya perbedaan-perbedaan dalam satu agama. Akan tetapi tidak semua perbedaan-perbedaan itu dilarang, karena perbedaan merupakan suatu rahmah dari Allah sehingga dengan perbedaan itulah suatu keberagaman terwujud dan dengan perbedaan itu pula suatu kebenaran dapat terlihat jelas.
Gerakan keagamaan dalam Islam di Indonesia seperti LDII dan Inkar Sunnah pada dasarnya juga demikian, yaitu memahami teks Al-Qur’an dengan pemahaman yang berbeda. Perbedaan semacam itu diperbolehkan selama masih dalam batasan yang bersifat furu’ (cabang) dan bukan dalam hal ushul (pokok). Hal inilah yang terjadi ketika LDII dan Inkar Sunnah berbeda pemahaman dengan orang muslim pada umumnya yaitu dalam hal ushul (pokok, yaitu masalah aqidah). Bagi Inkar Sunnah diantara pokok ajarannya meyakini sumber ajaran Islam hanyalah satu yaitu Al-Qur’an; padahal dalam hukum Islam telah jelas dan telah menjadi kesepakatan para ulama’ (jumhur ulama’) bahwa sumber hukum Islam adalah Al-Qur’an dan Hadits. Sedangkan diantara pokok ajaran LDII adalah menghukumi kafir bagi orang lain. Bahwa jawaban dan keyakinan yang benar adalah orang yang tidak meyakini akan adanya Allah dan orang yang murtad keluar dari Islam.
Dalam kasus di atas maka menjadi suatu hal yang wajar bila masyarakat muslim pada umumnya menjadi resah dan merasa terganggu dengan adanya paham seperti itu, karena paham seperti itu tidak sesuai dengan ajaran Islam yang sebenarnya, sehingga masyarakat Islam cenderung tidak menerimanya.


V.        KESIMPULAN
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) merupakan lembaga keagamaan yang didirikan oleh Nur Hasan Ubaidah Lubis (Luar Biasa), yang pada awalnya bernama Darul Hadits kemudian berganti nama dengan Islam Jama’ah, LEMKARI dan baru kemudian berganti nama menjadi LDII. Bentuk-bentuk ajaran LDII meliputi: Orang Islam di luar kelompok mereka adalah kafir dan najis, wajib taat kepada amir atau imam, mati dalam keadaan belum bai’at kepada amir atau imam LDII maka akan mati jahiliyyah (mati kafir); dst.
Strategi dakwah yang digunakan adalah dengan menyelengarakan asrama khataman Al Qur’an dan Hadits yang diselenggarakan dengan cara keliling (dengan tempat yang berpindah-pindah). Aliran LDII tersebar diberbagai kota di Indonesia, seperti contoh di Kota Semarang.
Sedangkan Inkar Sunnah (inkar as-sunnah) merupakan orang-orang yang menolak sunnah (hadits) Rasulullah SAW sebagai hujjah dan sumber kedua ajaran Islam yang wajib ditaati dan diamalkan. Inkarus Sunnah kemudian berkembang diberbagai negara termasuk diantaranya adalah Indonesia. Bentuk-bentuk ajaran dari Inkar Sunnah adalah: Tidak percaya kepada semua hadits Rasulullah SAW , dasar hukum dalam Islam hanya Al-Qur’an saja, Rasul tetap diutus sampai hari kiamat; dst.
Paham Inkar Sunnah ini telah di organisir sedemikian rupa dengan taktik dan strategi yang telah diinventarisasi dan diformulasikan secara rapi. Di antara upaya tersebut adalah: Memanfaatkan media cetak, melalui media elektronik dalam bentuk rekaman kaset-kaset, melalui ceramah-ceramah dan pengajian, dan melalui tenaga pengajar.
Setidaknya ada tiga faktor yang melatar belakangi munculnya gerakan LDII dan Inkar Sunnah, yaitu: pertama, keinginan melakukan pemurnian ajaran Islam. kedua, ingin mendobrak kemapanan dalam beragama terutama terhadap struktur taqlid berbagai kelompok masyarakat Islam selama ini. Ketiga, gerakan keagamaan itu berkeinginan menciptakan masyarakat ideal.
Karena ajaran LDII dan Inkar Sunnah yang bertentangan dengan kaum muslimin pada umumnya, maka aliran ini kemudian dilarang di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Jaiz, Hartono, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2002
Ahmad Ridla, Shalih, Perkenalan Dengan Inkar Sunnah, Jakarta: Gema Insani Press, 1991
Arifin, Syamsul, Studi Agama Perspektif  Sosiologis dan Isu-Isu Kontemporer, Malang: Umm Press, 2009
Aziz, Abdul, dkk, Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989
Cahyana, Ludhy, Islam Jamaah di Balik Pengadilan Media Massa: Suatu Analisis mengenai Pembunuhan Karakter terhadap Lemkari/ LDII, Jakarta: Benang Merah, 2003
Djalaluddin, M. Amin, Capita Selekta Aliran-Aliran Sempalan di Indonesia, Jakarta: LPPI, 2002
M. Nuh, Nuhrison,  Aliran\Faham Keagamaan dan Sufisme Perkotaan, Jakarta: CV. Prasasti, 2009
Muhammad, Nur Hidayat, Benteng Ahlussunah Wal Jamaah, Kediri: Nasyrul ‘Ilmi Publishing, 2012
Su’ud, Abu, Islamologi: Sejarah, Ajaran, dan Peranannya Dalam Peradaban Umat Mausia, Jakarta: Rineka Cipta, 2003
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997










[1] Nuhrison M. Nuh,  Aliran\Faham Keagamaan dan Sufisme Perkotaan, (Jakarta: CV. Prasasti, 2009), hlm. 121
[2] M. Amin Djalaluddin, Capita Selekta Aliran-Aliran Sempalan di Indonesia, (Jakarta: LPPI, 2002), hlm. 25
[3] Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2002), hlm. 73
[4] Nuhrison M. Nuh,  Aliran\Faham Keagamaan dan Sufisme Perkotaan, hlm. 7
[5] Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, hlm. 73-74
[6] Syamsul Arifin, Studi Agama Perspektif  Sosiologis dan Isu-Isu Kontemporer, (Malang: Umm Press, 2009), hlm. 181
[7] Abdul Aziz dkk, Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989), Cet. I, hlm. 23-24
[8] Abdul Aziz dkk, Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia, hlm. 29-30
[9] M. Amin Djalaluddin, Capita Selekta Aliran-Aliran Sempalan di Indonesia, hlm. 26-28
[10] Ludhy Cahyana, Islam Jamaah di Balik Pengadilan Media Massa: Suatu Analisis mengenai Pembunuhan Karakter terhadap Lemkari/ LDII, (Jakarta: Benang Merah, 2003), hlm. 36-40.
[11] Nuhrison M. Nuh,  Aliran\Faham Keagamaan dan Sufisme Perkotaan, hlm. 12
[12] Nuhrison M. Nuh,  Aliran\Faham Keagamaan dan Sufisme Perkotaan, hlm. 15
[13] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), hlm. 225
[14] Nur Hidayat Muhammad, Benteng Ahlussunah Wal Jamaah, (Kediri: Nasyrul ‘Ilmi Publishing, 2012), hlm. 19
[15] M. Amin Djalaluddin, Capita Selekta Aliran-Aliran Sempalan di Indonesia, hlm. 3
[16] Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, hlm. 37
[17] Shalih Ahmad Ridla, Perkenalan Dengan Inkar Sunnah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1991), cet. I, hlm. 50
[18] M. Amin Djalaluddin, Capita Selekta Aliran-Aliran Sempalan di Indonesia, hlm 5
[19] Abdul Aziz, dkk, Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia, hlm. 167-179
[20] Abdul Aziz, dkk, Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia, hlm. 171
[21] Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, hlm. 29

Tidak ada komentar:

Posting Komentar