PENANGANAN
JENAZAH
Part
2
Makalah
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Fiqih
Dosen Pengampu: Kurnia Muhajaroh, MSI
Disusun oleh :
Ari Mustaqimah ( 103411005)
Nafiul Huda (103111129)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
I.
PENDAHULUAN
Kematian adalah sesuatu yang pasti, kita
ataupun orang-orang disekitar kita mesti akan menemuinya karena Allah telah
menetapkannya “setiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian”. Nabi kita
sendiri juga telah mengingatkan kita untuk memperbanyak mengingat mati dalam
titahnya yang agung “Perbanyaklah kalian mengingat penghancur kelezatan.” yang
dimaksud disini adalah kematian. Seorang muslim yang meninggal dunia punya hak
yang harus ditunaikan oleh kaum muslimin yang masih hidup sebagai kewajiban
kifayah yang bila sudah ditunaikan oleh sekelompok orang akan menggugurkan
kewajiban bagi yang lain. Kewajiban yang dimaksud di sini adalah si mayat
dimandikan, dikafani, dishalatkan dan dikuburkan.
II.
RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana
tata cara memandikan jenazah?
B. Bagaimana
tata cara mengkafani jenazah?
C. Bagaimana
tata cara menyolati jenazah?
D. Bagaimana
tata cara mengubur jenazah?
E. Bagaimana
tata cara talqin mayat, ziarah kubur dan tahlil?
III.
PEMBAHASAN
Apabila seorang muslim meninggal
dunia ada 2 (dua) kewajiban yang harus segera diselesaikan oleh pihak yang
masih hidup, yaitu :
Pertama,
kewajiban terhadap jenazah dan,
Kedua,
kewajiban terhadap harta waris.
Kewajiban kaum muslimin terhadap jenazah
terdiri dari 4 (empat) macam, yaitu
a.
Memandikan
b.
Mengkafani
(membungkus)
c.
Menyalatkan
(menyembahyangkan)
d.
Menguburkan
(mengebumikan) [1]
A. Tata cara memandikan jenazah
1. Syarat
mayat yang dimandikan yaitu:
a.
Mayat orang
islam
b.
Tidak mati
syahid
c.
Tubuhnya ada
walaupun hanya sebagian.[2]
2. Syarat-syarat yang Memandikan Mayat
a. Baligh (usia dewasa).
b. Berakal (sehat).
c. Muslim.
d. Sepadan dan sejenis, antara yang
memandikan dan mayat. Laki-laki bagi laki-laki, dan perempuan bagi perempuan.
Tidak diperbolehkan mayat laki-laki memandikan mayat perempuan, atau
sebaliknya. Tetapi ada beberapa pengecualian:
Ø Anak kecil yang usianya tidak lebih
dari tiga tahun. Maka boleh bagi laki-laki dan perempuan memandikannya.
Ø Antara suami dan istri. Boleh untuk
setiap dari mereka memandikannya.
Ø Muhrim. Boleh memandikan mahramnya
karena tidak ada yang sejenis atau sepadan.[3]
3. Cara memandikan jenazah
Dalam
memandikan jenazah diutamakan meletakkan jenazah tersebut ditempat yang agak
tinggi, pakaiannya ditanggalkan, tetapi auratnya harus ditutup. Dikala dimandikan,
tidak boleh hadir melainkan orang yang diperlukan kehadirannya. Bilamana sudah
siap segalanya, mulailah memijat perut mayat dengan pelan-pelan untuk
mengeluarkan kotoran yang mungkin masih ada didalamnya, serta hendaklah
dibersihkan najis yang terdapat dibadannya. Waktu hendak membersihkan auratnya
tangan dilapisi kain atau sarung tangan, karena menyentuh aurat itu hukumnya
haram.
Kemudian diwudhukan seperti wudhu untuk
shalat, setelah itu hendaklah disiram tiga kali dengan air dan sabun atau dengan
air daun bidara, dan air kapur barus pada saat terakhir. Semua itu dimulai dari
bagian kanan. Dan seandainya tiga kali itu tidak cukup, misalnya belum bersih
maka hendaklah ditambah menjadi lima kali atau lebih diutamakan berjumlah
ganjil. Cara menyiramnya hendaklah dari atas kebawah, artinya dari arah kepala
kearah kaki. Jika jenazah itu perempuan, disunnahkan menguraikan rambutnya,
lalu dicucui dan dikepang dengan dilepaskan belakangnya bilamana sudah selesai
dimandikan, hendaklah tubuhnya dikeringkan dengan kain atau handuk yang bersih,
agar kain kafannya tidak basah. Selain dimandikan, maka mayat diwudhukan,
hukumnya sunnah[4].
B. Tata cara mengkafani jenazah
1. Tata
cara mengkafani jenazah laki-laki
a. Tiga
lembar kain kafan yang sudah dipotong menurut ukuran yang dibutuhkan
dibentangkan dengan cara disusun, kain yang paling lebar diletakkan paling
bawah.
b. Hendaklah
dipersiapkan kain tali untuk pengikat yang diletakkan di bawah kain paling
bawah yang telah dibentangkan.
c. Hendaklah
dipersiapkan kapas secukupnya yang diberi wangi-wangian kayu cendana, untuk
dipergunakan menurut beberapa anggota badan tertentu.
d. Angkatlah
mayat dengan hati-hati dan baringkan di atas kain yang telah diberi
wangi-wangian.
e. Tutuplah
dengan kapas pada bagian-bagian: kemaluan, wajah, kedua buah dada, kedua
telinganya, kedua siku tangannya dan kedua tumit.
f. Selimutkanlah
kafan pada jenazah dari paling atas sampai yang paling bawah, kemudian ikatlah
dengan tali kain pengikat yang telah disediakan dengan tiga atau lima ikatan.[5]
2. Tata
cara mengkafani jenazah perempuan
a. Lima
lembar kain potongan dibentangkan dengan cara disusun yang paling lebar dan
panjang diletakkan paling bawah, kemudian lembar kain penutup kepala (kerudung)
lalu lembar baju kurung supaya
disiapkan pada tempatnya dengan diberi lobang sebesar ukuran lehernya dan
sebelah depan dirobek (dipotong sedikit memanjang), lembar kain basahan untuk
penutup pinggul sampai paha atau bisa juga dibuat berbentuk celana dalam,
lembar kain untuk penutup pinggang sampai kaki.
b. Sediakan
kain untuk tali pengikat sebanyak tiga atau lima dan letakkan di bawah kain
kafan paling bawah yang telah dibentangkan.
c. Sediakan
kapas secukupnya yang diberi wangi-wangian untuk menutupi anggota badan
tertentu.
d. Hendaklah
jenazahnya diangkat dengan hati-hati, kemudian baringkan di atas kain kafan
yang telah dibentangkan dan diberi wangi-wangian.
g. Selanjutnya
hendaklah ditutup dengan kapas yang telah diberi wangi-wangian bagian tubuh
tertentu yaitu kemaluan, wajah, kedua buah dada, kedua telinganya, kedua siku
tangannya dan kedua tumit.
e. Sarungkan
kain penutup dan kedua paha sebagaimana orang memakai sarung, demikian juga
sarungkan kain penutup pinggang sampai kaki. Kemudian pasangkan baju kurungnya.
Juga pasangkan tutup kepala (kerudung). Dan bagi mayat yang rambutnya panjang
sebaiknya dikepang menjadi tiga. Untuk yang terakhir, selimutkan dengan kain
yang paling bawah dan paling lebar dan ikatlah dengan kain pengikat yang telah
disediakan dengan tiga atau lima ikatan.[6]
C. Tata cara menyolati jenazah
1.
Rukun mennyolati
jenazah:
a.
Berniat (ketikka
takbiratul ikhram)
b.
Takbir 4 kali
c.
Berdiri bila
mampu
d.
Membaca surat
alfatikhah
e.
Membaca solawat
nabi SAW
f.
Berdoa untuk
mayit
g.
Salam
2.
Cara mengerjakan solat jenazah
a.
Takbir pertama
beserta niat dalam hati sambil membaca takbirotul ikhram
Lafadz
niat solat jenazah laki-laki:
اُصَلِّي علي هذا الَميّتِ اربع تكبرة فرض كفاية ِلله تعالي
Lafadz هذا الَميّتِ /haadzal mayyiti
diganti
dengan
هذه الَميّتِة /haadzihil mayyitati
jika
mayatnya perempuan.
Dilanjutkan
dengan membaca surat al-fatikhah
b.
Takbir kedua,
kemudian dilanjutkan membaca do’a solawat atas nabi SAW
أللهم صَلِّ علي محمد وعلي ألِ محمد كما صَلَيْتَ علي إبراهيم وعلي أل إبراهيم وبارِكْ
علي محمد وعلي أل محمد كما باركت علي إبراهيم وعلي أل إبراهيم في العالمين إنك حميد مجيد
c.
Takbir ketiga,
kemudian membaca doa untuk jenazah
اللهم اغْفِرْ لَهُ وارْحَمهُ وعافِهِ واعفُ عنه وأَكْرِمْ نُزولَهُ ووسِّعْ مَدخلَهُ واغْسِلْهُ بِماءٍ وثَلْج وبَرَدٍ ونَقِهِ
من الخَطايا كما يُنَقَي الثَوبُ الأَبْيَضُ مِنِ الدَنَسِ وأَبْدِلْهُ دارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وأَهْلًا خَيْراً من أهلِهِ وَزَوْجًا
خَيْراً مِن زَوْجِهِ وَقِهِ فِتْنَةَ القَبْرِ وعَذَابَ النارِ
d.
Takbir keempat,
kemudian membaca do’a untuk dirinya dan jenazah
اللهُمّ لاتَحرِمْنا أَجْرَهُ ولاتَفْتِنّا بَعدَهُ وغفر لنا وله
e.
Salam seperti
dalam solat lainnya.
D. Tata cara mengubur jenazah
Mayat diletakkan pada kubur terdalam,
setelah dihadapkan ke kiblat, lalu dimasukkan dari arah kepalanya, pelan-pelan
tidak boleh dengan kasar, bagi yang memasukkannya hendaknya membaca:
بِسْمِ اللهِ وَبِاللهِ وَعَلَى
مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ)، اللّهُمَّ
إِلَى رَحْمَتِكَ لاَ إِلَى عَذَابِكَ،
اللّهُمَّ افْسَحْ لَهُ فِي قَبْرِهِ،
وَلَقَّنَهُ فِي حُجَّتِهِ، وَثَبِّتْهُ بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ، وَقِنَا
وَإِيَّاهُ عَذَابَ الْقَبْرِ.
Mayat dibaringkan dikubur yang dalamnya
setinggi 2 meter atau setinggi orang berdiri dan melambaikan tangan. Mayat
dihadapkan kearah kiblat, dengan dibaringkan pada bagian sebelah kanan.[7]
Melepaskan tali pengikat kafan, kemudian
pipinya yang sebelah kanan ditempelkan ke tanah, kemudian ditutup dengan papan
atau bamboo, selanjutnya ditimbun tanah sampai setinggi sejengkal dari
permukaan tanah. Sunnah sebelum ditimbun tanah dimasukkan tiga genggam tanah ke
dalam liang kubur disekitar kepala. Setelah itu diberi tanda dengan dua batu
nisan untuk mempermudah bagi keluarga untuk berziarah kuburnya.[8]
E. Tata cara talqin mayat, ziarah kubur dan tahlil
1. Talqin
mayat
Perlu kita ketahui bahwa Talqin itu ada
dua, yang pertama ketika sakaratul maut dan yang ke dua sesudah si mayat di
kuburkan dan pendapat yang kuat adalah mentalqin mayat ketika sakaratul maut.
Oleh karenanya disini kami hanya memaparkan ketika sakaratul maut.
Sebelum kematian terjadi, manusia akan
mengalami saat terakhir yang sangat menentukan baik tidaknya kehidupan
setelahnya. Imilah sakaratul maut yang setiap jiwa takut menghadapinya. Di saat
inilah manusia diantara dua kemungkinan, keselamatan atau kebinasaan. Saat itu
pula syaitan akan bekerja keras demi mengajak manusia untuk menjadi teman
mereka di neraka kelak. Bagi kita yang menyaksikan seseorang dalam sakaratul maut, maka
syariat ini mengajarkan kepada kita untuk men-talkin orang tersebut. Talkin
adalah menuntun seseorang untuk mengucapkan kalimat tertentu. Perintah talkin
ini adalah salah satu bentuk bantuan yang Allah syariatkan untuk menolong
seseorang di saat ia sangat butuh tuntunan orang lain. Kita diperintahkan untuk
menuntun seorang yang hdndak meninggal untuk membaca kalimat tauhid laa ilaha
illallah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wassalam:
لقنوا موتاكم لااله الاالله
Tuntunlah orang yang hendak
meninggal di antara kalian dengan Laa ilaaha illallah.” (HR. Muslim, dari
shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Adab-adab Talqin
a.
Hendaknya dilakukan secukupnya tanpa perlu
mengulang-ulang
Para ulama memakruhkan talkin yang dilakukan berulang-ulang dan
terus menerus. Karena hal ini justru akan mengakibatkan seorang yang sedang
sakaratul maut merasa tertekan dengan tuntunan itu. Padahal ia sedang merasakan
penderitaan yang sangat. Sehingga ditakutkan akan munculnya ketidaksukaannya
terhadap kalimat ini di dalam qalbunya.
b.
Cukup
sekali, kecuali bila mengucap ucapan lainnya
Apabila
orang yang sedang sakaratul maut telah mengucapkan kalimat ini, maka telah
mencukupi dan tidak perlu di-talkin lagi. Namun, bila setelah ia
mengucapkan kalimat ini ia mengucapkan kalimat lain, maka perlu kembali
di-talkin, sehingga kalimat ini adalah kalimat akhirnya.
c.
Talkin adalah mengingatkan bukan memerintahkan
Diharapkan, di akhir hidupnya termasuk orang yang bertauhid.
Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam men-talkin paman beliau Abu
Thalib tatkala menghadapi kematian.
d. Talkin diperuntukkan
kepada seluruh orang
Yakni
tidak khusus diperuntukkan untuk seorang muslim saja. Namun juga
dianjurkan bagi orang kafir untuk mengucapkan kalimat ini.
2. Ziarah
kubur
Tata
cara berziarah kubur:
a. Hendaknya
orang yang berziarah kubur itu jangan sampai duduk dan melangkahi kubur yang
ada di sekitarnya.
b. Hendaknya
berwudhu sebelum berangkat ke kubur.
c. Menghadap
kearah wajah si mayat, yakni menghadap ketimur.
d. Berziarah
dengan khusyu’.
e. Memperbanyak
membaca ayat-ayat Al-Qur’an dan tahlil.
f. Berdoa
untuk memohonkan ampun untuk dii sendiri
dan untuk mayat yang ada didalam kubur.
g. Hendaknya
setelah ziarah kubur dapat menambahkan ketaatan kepada Allah SWT, sehingga
dalam kehidupannya dapat mencerminkan keimanannya untuk selalu mengingat
kematian.[9]
3. Tahlil
Sudah
menjadi adat dan tradisi masyarakat Indonesia , bila ada saudara yang meninggal
dunia biasanya di adakan upacara membaca tahlill dan mendoakan si mayat.
Pembacaan tahlil ini biasanya diadakan pada tujuh hari, empat puluh hari,
seratus hari bahkan setiap tahun peringatan kematiannya.
Mengenai
hal ini imam Muhammad bin Ali bin Muhammad al syaukani berkata: “kebiasaan di
sebagian Negara mengenai pertemuan dimasjid, rumah atau di kubur untuk membaca
al-Qur’an yang pahalanya dihadiahkan kepada orang yang telah meninggal dunia,
tidak diragukan lagi hukumnya boleh jika di dalamnya tidak terdapat kemaksiatan
dan kemungkaran.[10]
IV.
KESIMPULAN
Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
Kewajiban kaum muslimin terhadap jenazah
terdiri dari 4 (empat) macam, yaitu
a.
Memandikan
b. Mengkafani
(membungkus)
c. Menyalatkan (menyembahyangkan)
d. Menguburkan (mengebumikan)
·
Syarat mayat
yang dimandikan yaitu:
Mayat
orang islam, Tidak mati syahid, Tubuhnya ada walaupun hanya sebagian.
·
Syarat-syarat yang Memandikan Mayat
Baligh, Berakal, Muslim, Sepadan dan
sejenis, antara yang memandikan dan mayat.
Dalam memandikan jenazah diutamakan
meletakkan jenazah tersebut ditempat yang agak tinggi, pakaiannya ditanggalkan,
tetapi auratnya harus ditutup
Rukun mensolati jenazah:
Ø Berniat
(takbiratul ihrom), berdiri bagi yang kuasa, takbir 4 kali, Membaca fatihah,
membaca sholawat kepada Nabi, mendoakan mayat, salam.
Cara mengerjakan solat jenazah
Ø
Takbir pertama
beserta niat dalam hati sambil membaca takbirotul ikhram
Ø
Takbir kedua,
kemudian dilanjutkan membaca do’a solawat atas nabi SAW
Ø
Takbir ketiga,
kemudian membaca doa untuk jenazah
Ø
Takbir keempat,
kemudian membaca do’a untuk dirinya dan jenazah
Ø
Salam
Tata cara mengubur jenazah
Mayat diletakkan pada kubur terdalam,
setelah dihadapkan ke kiblat, lalu dimasukkan dari arah kepalanya, pelan-pelan
tidak boleh dengan kasar, bagi yang memasukkannya hendaknya membaca:
بِسْمِ اللهِ وَبِاللهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ
Adab-adab
Talqin
Ø Hendaknya dilakukan secukupnya tanpa perlu mengulang-ulang
Ø Cukup sekali, kecuali
bila mengucap ucapan lainnya
Ø Talkin adalah
mengingatkan bukan memerintahkan
Ø Talkin diperuntukkan
kepada seluruh orang
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan, kami
menyadari kekurangan dalam penyajian materi maupun penyusunannya. Oleh karena
itu kami sangat berterima kasih atas saran, kritik yang saudara/i sampaikan
untuk bahan evaluasi pada kesempatan berikutnya dan semoga makalah yang telah
kami sampaikan dapat bermanfaat.amin.
DAFTAR PUSTAKA
Abu
Abdillah, Syeikh Syamsuddin. Terjemah Fatkhul Qarib Surabaya:mutiara
ilmu 1995
Asrori, Ma’ruf. Tradisi Islami Panduan Prosesi
Kelahiran – Perkawinan – Kematian
Surabaya : Kholista, 2007
Ahsin, W. Al-Hafidz,. Fikih Kesehatan. Jakarta:
Amzah. 2007
MZ,
Labib. Risalah Tuntunan Merawat Jenazah. Surabaya: Terbit Terang,1994
http://fiqihdq.blogspot.com/2010/10/merawat-jenazah.html
jam 11.01 13 november 2013
Alat dan bahan yang
dipergunakan
Alat-alat yang
dipergunakan untuk memandikan jenazah adalah sebagai berikut:
- Kapas
- Dua buah sarung tangan untuk petugas yang memandikan
- Sebuah spon penggosok
- Alat penggerus untuk menggerus dan menghaluskan kapur barus – Spon-spon plastik
- Shampo
- Sidrin (daun bidara)
- Kapur barus
- Masker penutup hidung bagi petugas
- Gunting untuk memotong pakaian jenazah sebelum dimandikan
- Air
- Pengusir bau busuk
- Minyak wangi
- Dua buah sarung tangan untuk petugas yang memandikan
- Sebuah spon penggosok
- Alat penggerus untuk menggerus dan menghaluskan kapur barus – Spon-spon plastik
- Shampo
- Sidrin (daun bidara)
- Kapur barus
- Masker penutup hidung bagi petugas
- Gunting untuk memotong pakaian jenazah sebelum dimandikan
- Air
- Pengusir bau busuk
- Minyak wangi
Menutup aurat si mayit
Dianjurkan menutup
aurat si mayit ketika memandikannya. Dan melepas pakaiannya, serta menutupinya
dari pandangan orang banyak. Sebab si mayit barangkali berada dalam kondisi
yang tidak layak untuk dilihat. Sebaiknya papan pemandian sedikit miring ke
arah kedua kakinya agar air dan apa-apa yang keluar dari jasadnya mudah
mengalir darinya.
. Tata cara memandikan
Seorang petugas
memulai dengan melunakkan persendian jenazah tersebut. Apabila kuku-kuku
jenazah itu panjang, maka dipotongi. Demikian pula bulu ketiaknya. Adapun bulu
kelamin, maka jangan mendekatinya, karena itu merupakan aurat besar. Kemudian
petugas mengangkat kepala jenazah hingga hampir mendekati posisi duduk. Lalu
mengurut perutnya dengan perlahan untuk mengeluarkan kotoran yang masih dalam
perutnya. Hendaklah memperbanyak siraman air untuk membersihkan kotoran-kotoran
yang keluar.
Petugas yang memandikan
jenazah hendaklah mengenakan lipatan kain pada tangannya atau sarung tangan
untuk membersihkan jasad si mayit (membersihkan qubul dan dubur si mayit) tanpa
harus melihat atau menyentuh langsung auratnya, jika si mayit berusia tujuh
tahun ke atas.
4. Mewudhukan jenazah
Selanjutnya petugas
berniat (dalam hati) untuk memandikan jenazah serta membaca basmalah. Lalu
petugas me-wudhu-i jenazah tersebut sebagaimana wudhu untuk shalat. Namun tidak
perlu memasukkan air ke dalam hidung dan mulut si mayit, tapi cukup dengan
memasukkan jari yang telah dibungkus dengan kain yang dibasahi di antara bibir
si mayit lalu menggosok giginya dan kedua lubang hidungnya sampai bersih.
Selanjutnya,
dianjurkan agar mencuci rambut dan jenggotnya dengan busa perasan daun bidara atau
dengan busa sabun. Dan sisa perasan daun bidara tersebut digunakan untuk
membasuh sekujur jasad si mayit.
5. Membasuh tubuh
jenazah
Setelah itu membasuh
anggota badan sebelah kanan si mayit. Dimulai dari sisi kanan tengkuknya,
kemudian tangan kanannya dan bahu kanannya, kemudian belahan dadanya yang
sebelah kanan, kemudian sisi tubuhnya yang sebelah kanan, kemudian paha, betis
dan telapak kaki yang sebelah kanan.
Selanjutnya petugas
membalik sisi tubuhnya hingga miring ke sebelah kiri, kemudian membasuh belahan
punggungnya yang sebelah kanan. Kemudian dengan cara yang sama petugas membasuh
anggota tubuh jenazah yang sebelah kiri, lalu membalikkannya hingga miring ke
sebelah kanan dan membasuh belahan punggung yang sebelah kiri. Dan setiap kali
membasuh bagian perut si mayit keluar kotoran darinya, hendaklah dibersihkan.
Banyaknya memandikan:
Apabila sudah bersih, maka yang wajib adalah memandikannya satu kali dan
mustahab (disukai/sunnah) tiga kali. Adapun jika belum bisa bersih, maka
ditambah lagi memandikannya sampai bersih atau sampai tujuh kali (atau lebih
jika memang dibutuhkan). Dan disukai untuk menambahkan kapur barus pada
pemandian yang terakhir, karena bisa mewangikan jenazah dan menyejukkannya.
Oleh karena itulah ditambahkannya kapur barus ini pada pemandian yang terakhir
agar baunya tidak hilang.
Dianjurkan agar air
yang dipakai untuk memandikan si mayit adalah air yang sejuk, kecuali jika
petugas yang memandikan membutuhkan air panas untuk menghilangkan
kotoran-kotoran yang masih melekat pada jasad si mayit. Dibolehkan juga
menggunakan sabun untuk menghilangkan kotoran. Namun jangan mengerik atau
menggosok tubuh si mayit dengan keras. Dibolehkan juga membersihkan gigi si
mayit dengan siwak atau sikat gigi. Dianjurkan juga menyisir rambut si mayit,
sebab rambutnya akan gugur dan berjatuhan.
Setelah selesai dari
memandikan jenazah ini, petugas mengelapnya (menghandukinya) dengan kain atau
yang semisalnya. Kemudian memotong kumisnya dan kuku-kukunya jika panjang,
serta mencabuti bulu ketiaknya (apabila semua itu belum dilakukan sebelum
memandikannya) dan diletakkan semua yang dipotong itu bersamanya di dalam kain
kafan. Kemudian apabila jenazah tersebut adalah wanita, maka rambut kepalanya
dipilin (dipintal) menjadi tiga pilinan lalu diletakkan di belakang
(punggungnya).
Faedah
- Apabila masih keluar
kotoran (seperti: tinja, air seni atau darah) setelah dibasuh sebanyak tujuh
kali, hendaklah menutup kemaluannya (tempat keluar kotoran itu) dengan kapas,
kemudian mencuci kembali anggota yang terkena najis itu, lalu si mayit
diwudhukan kembali. Sedangkan jika setelah dikafani masih keluar juga, tidaklah
perlu diulangi memandikannya, sebab hal itu akan sangat merepotkan.
- Apabila si mayit
meninggal dunia dalam keadaan mengenakan kain ihram dalam rangka menunaikan
haji atau umrah, maka hendaklah dimandikan dengan air ditambah perasaan daun
bidara seperti yang telah dijelaskan di atas. Namun tidak perlu dibubuhi
wewangian dan tidak perlu ditutup kepalanya (bagi jenazah pria). Berdasarkan
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam mengenai seseorang yang wafat
dalam keadaan berihram pada saat menunaikan haji.
- Orang yang mati
syahid di medan perang tidak perlu dimandikan, namun hendaklah dimakamkan
bersama pakaian yang melekat di tubuh mereka. Demikian pula mereka tidak perlu
dishalatkan.
- Janin yang gugur,
bila telah mencapai usia 4 bulan dalam kandungan, jenazahnya hendaklah
dimandikan, dishalatkan dan diberi nama baginya. Adapun sebelum itu ia hanyalah
sekerat daging yang boleh dikuburkan di mana saja tanpa harus dimandikan dan
dishalatkan.
- Apabila terdapat
halangan untuk memamdikan jenazah, misalnya tidak ada air atau kondisi jenazah
yang sudah tercabik-cabik atau gosong, maka cukuplah ditayamumkan saja. Yaitu
salah seorang di antara hadirin menepuk tanah dengan kedua tangannya lalu
mengusapkannya pada wajah dan kedua punggung telapak tangan si mayit.
- Hendaklah petugas
yang memandikan jenazah menutup apa saja yang tidak baik untuk disaksikan pada
jasad si mayit, misalnya kegelapan yang tampak pada wajah si mayit, atau cacat
yang terdapat pada tubuh si mayit dll.
B. TATA CARA
MENGKAFANI JENAZAH
1. Kafan-kafan mesti
sudah disiapkan setelah selesai memandikan jenazah dan menghandukinya
Mengkafani jenazah
hukumnya wajib dan hendaklah kain kafan tersebut dibeli dari harta si mayit.
Hendaklah didahulukan membeli kain kafannya dari melunaskan hutangnya,
menunaikan wasiatnya dan membagi harta warisannya. Jika si mayit tidak memiliki
harta, maka keluarganya boleh menanggungnya.
2. Mengkafani jenazah
Dibentangkan tiga
lembar kain kafan, sebagiannya di atas sebagian yang lain. Kemudian didatangkan
jenazah yang sudah dimandikan lalu diletakkan di atas lembaran-lembaran kain
kafan itu dengan posisi telentang. Kemudian didatangkan hanuth yaitu minyak
wangi (parfum) dan kapas. Lalu kapas tersebut dibubuhi parfum dan diletakkan di
antara kedua pantat jenazah, serta dikencangkan dengan secarik kain di atasnya
(seperti melilit popok bayi).
Kemudian sisa kapas
yang lain yang sudah diberi parfum diletakkan di atas kedua matanya, kedua
lubang hidungnya, mulutnya, kedua telinganya dan di atas tempat-tempat
sujudnya, yaitu dahinya, hidungnya, kedua telapak tangannya, kedua lututnya,
ujung-ujung jari kedua telapak kakinya, dan juga pada kedua lipatan ketiaknya,
kedua lipatan lututnya, serta pusarnya. Dan diberi parfum pula antara
kafan-kafan tersebut, juga kepala jenazah.
Selanjutnya lembaran
pertama kain kafan dilipat dari sebelah kanan dahulu, baru kemudian yang
sebelah kiri sambil mengambil handuk/kain penutup auratnya. Menyusul kemudian
lembaran kedua dan ketiga, seperti halnya lembaran pertama. Kemudian
menambatkan tali-tali pengikatnya yang berjumlah tujuh utas tali. Lalu gulunglah
lebihan kain kafan pada ujung kepala dan kakinya agar tidak lepas ikatannya dan
dilipat ke atas wajahnya dan ke atas kakinya (ke arah atas). Hendaklah ikatan
tali tersebut dibuka saat dimakamkan. Dibolehkan mengikat kain kafan tersebut
dengan enam utas tali atau kurang dari itu, sebab maksud pengikatan itu sendiri
agar kain kafan tersebut tidak mudah lepas (terbuka).
[Untuk pembahasan tata
cara shalat jenazah, insya Allah akan kami jadikan artikel tersendiri]
C. TATA CARA
MENGUBURKAN JENAZAH
Disunnahkan membawa
jenazah dengan usungan jenazah yang di panggul di atas pundak dari keempat
sudut usungan.
Disunnahkan
menyegerakan mengusungnya ke pemakaman tanpa harus tergesa-gesa. Bagi para
pengiring, boleh berjalan di depan jenazah, di belakangnya, di samping kanan
atau kirinya. Semua cara ada tuntunannya dalam sunnah Nabi.
Para pengiring tidak
dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam telah melarangnya.
Disunnahkan
mendalamkan lubang kubur, agar jasad si mayit terjaga dari jangkauan binatang
buas, dan agar baunya tidak merebak keluar.
Lubang kubur yang
dilengkapi liang lahad lebih baik daripada syaq. Dalam masalah ini Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Liang lahad itu
adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita (non
muslim).” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam
“Ahkamul Janaaiz” hal. 145)
Lahad adalah liang (membentuk huruf U memanjang)
yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian arah kiblat untuk meletakkan
jenazah di dalamnya.
Syaq adalah liang yang dibuat khusus di dasar kubur
pada bagian tengahnya (membentuk huruf U memanjang).
- Jenazah siap untuk
dikubur. Allahul musta’an.
- Jenazah diangkat di
atas tangan untuk diletakkan di dalam kubur.
- Jenazah dimasukkan
ke dalam kubur. Disunnahkan memasukkan jenazah ke liang lahat dari arah kaki
kuburan lalu diturunkan ke dalam liang kubur secara perlahan. Jika tidak
memungkinkan, boleh menurunkannya dari arah kiblat.
- Petugas yang
memasukkan jenazah ke lubang kubur hendaklah mengucapkan: “BISMILLAHI WA ‘ALA
MILLATI RASULILLAHI (Dengan menyebut Asma Allah dan berjalan di atas millah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam).” ketika menurunkan jenazah ke lubang
kubur. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.
Disunnahkan
membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya (dalam posisi
miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali kepala dan
kedua kaki.
- Tidak perlu
meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab tidak ada
dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya, kecuali
bila si mayit meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang telah
dijelaskan.
- Setelah jenazah
diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain kepala dan kaki
dilepas, maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan
kayu/bambu dari atasnya (agak samping).
- Lalu sela-sela batu
bata-batu bata itu ditutup dengan tanah liat agar menghalangi sesuatu yang
masuk sekaligus untuk menguatkannya.
- Disunnahkan bagi
para pengiring untuk menabur tiga genggaman tanah ke dalam liang kubur setelah
jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan (diuruk) tanah ke atas
jenazah tersebut.
- Hendaklah
meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak dilanggar
kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah bentuk makam
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam (HR. Bukhari).
- Kemudian ditaburi
dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air, berdasarkan
tuntunan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam (dalam masalah ini terdapat
riwayat-riwayat mursal yang shahih, silakan lihat “Irwa’ul Ghalil” II/206).
Lalu diletakkan batu pada makam bagian kepalanya agar mudah dikenali.
- Haram hukumnya
menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula menulisi batu nisan. Dan
diharamkan juga duduk di atas kuburan, menginjaknya serta bersandar padanya.
Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarang dari hal
tersebut. (HR. Muslim)
- Kemudian pengiring jenazah
mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam menjawab pertanyaan dua malaikat yang
disebut dengan fitnah kubur). Karena ketika itu ruhnya dikembalikan dan ia
ditanya di dalam kuburnya. Maka disunnahkan agar setelah selesai menguburkannya
orang-orang itu berhenti sebentar untuk mendoakan kebaikan bagi si mayit (dan
doa ini tidak dilakukan secara berjamaah, tetapi sendiri-sendiri!).
Sesungguhnya mayit bisa mendapatkan manfaat dari doa mereka.
[4] Asrori, Ma’ruf. Tradisi
Islami Panduan Prosesi Kelahiran – Perkawinan – Kematian (Surabaya :
Kholista, 2007), hal: 186 - 187
[5] MZ, Labib. Risalah Tuntunan
Merawat Jenazah.(Surabaya: Terbit Terang,1994) hal. 24
[6] MZ, Labib. Risalah Tuntunan
Merawat Jenazah.(Surabaya: Terbit Terang,1994) hal. 24-25
[7] Abu Abdillah, Syeikh Syamsuddin.
Terjemah Fatkhul Qarib (Surabaya:mutiara ilmu 1995), hal 105
[8] MZ, Labib. Risalah Tuntunan
Merawat Jenazah.(Surabaya: Terbit Terang,1994), hal: 44
[9] MZ, Labib. Risalah Tuntunan
Merawat Jenazah.(Surabaya: Terbit Terang,1994) hal: 60-61
[10] Asrori, Ma’ruf. Tradisi Islami
Panduan Prosesi Kelahiran – Perkawinan – Kematian (Surabaya : Kholista, 2007)
Hal: 238
Tidak ada komentar:
Posting Komentar